21 Desember 2007

Pertama Bikin Politik Lokal Jakarta

MASUKNYA Jawa Pos dengan nama Indo.Pos di Jakarta mewarnai persaingan media massa di ibu kota. Jakarta adalah pasar media cetak yang terbesar di Indonesia. Menguasai Jakarta sama dengan mengusai pasar media cetak seluruh Sulawesi dan Papua. Dengan oplah 100 ribu eksamplar pers sudah bisa bertahan hidup di Jakarta.
Indo.Pos muncul secara tak diduga. Ini membuat yang lain kaget. Kompas, Media Indonesia, Republika, dan lainya langsung sigap. Sementara Grup MNC menyiapkan satu koran yang nantinya bernama Seputar Indonesia. Alhasil tahun pertama Indo.Pos menjadi pusat perhatian, lalu di tahun kedua Indo.Pos muncul saingan baru namanya Seputar Indonesia. Parahnya bukan hanya saingan tapi juga membuat banyak personil Indo.Pos dan Jawa Pos hengkang.
Luar biasa cara Sindo menggaet SDM Jawa Pos dan Indo.Pos. Maklum, pemimpin redaksi Sindo adalah tempaan Jawa Pos. Ilmu Jawa Pos ditularkanlah ke Sindo. Sebenarnya dia tak perlu kerja berat karena mayoritas SDM mereka adalah berasal dari Jawa Pos/Indo.Pos. Di tengah itu Kompas juga sudah bersiap dengan format barunya. Kalau Indo.Pos ukuran kertasnya brooksheet muda dengan 7 kolom standar, Kompas hadir dengan 8 kolom.
Media Indonesia juga sedikit berubah. Lebih ramping, namun ada penambahan rubrik-rubrik baru. Yang paling drastis berubah adalah Kompas. Selain format ukuran kertasnya, juga terjadi perubahan desain. Lebih hidup dan bertambah elegan. Tapi Indo.Pos/Jawa Pos cukup boleh dikata menang karena Jawa Pos lah yang memelopori koran dengan format ramping. Kompas sendiri dalam ulasannya tak merasa mengikuti Jawa Pos.



MENJULANG: Gedung Graha Pena Jawa Pos Jakarta. Di lantai 10 inilah Indo.Pos berkantor.

Indo.Pos lebih unggul lagi karena inilah koran satu-satunya yang seluruh halamannya berwarna. Itu berlangsung sampai saat ini. Untuk menyesuaikan, iklan hitam putih pun dibuat berwarna, meski tak semua pemasang iklan mau. Konsekuensi dari semua itu membuat biaya produksi naik. Ongkos cetak menjadi bertambah. Tak peduli karena persaingan di Jakarta memang cukup keras.
Tahun 2003 akhir, partai-partai politik bersiap menyambut Pemilu 2004. Semua media massa juga bersiap memanfaatkan momen pesta demokrasi itu. Pengalaman selama ini, pemilu selalu membuat oplah media cetak naik 10 sampai 20 persen. Indo.Pos ingin pula mengangkat oplah dari pesta politik lima tahunan itu.
Terobosan baru dibuat, Indo.Pos menyiapkan satu halaman khusus untuk liputan-liputan politik lokal Jakarta. Inilah koran nasional yang pertama kali membuat halaman politik Jakarta. Pos Kota, Berita Kota, Warta Kota yang nota bene korannya Jakarta justru tidak menyiapkan rubrik khusus poltik Jakarta. Rakyat Merdeka yang katanya koran politik, juga belum memiliki halaman politik Jakarta saat itu.
Ketika halaman politik Jakarta itu dilaunching, saya masih memegang halaman Jakarta Raya semacam Metropolis-nya Jawa Pos. Lalu membantu olahraga khusus halaman basket. Tak lama, halaman politik lokal itu saya gawangi. Awalnya memang kerepotan karena praktis berita-berita politik Jakarta belum begitu intensif. Kegiatan parpol baru pada tahap membenahi internalnya. Akhir 2003 parpol mulai sosialisasi. Berita-berita politik mulai mengalir. Parpol-parpol se-Jakarta pelan-pelan menjadikan IndoPos sebagai bacaan wajibnya.
Pembentukan KPUD, Panwasda dan infrastruktur pemilu membuat koran ini unggul dari segi berita politik lokalnya. Persaingan makin terbuka karena media lain pun ingin memanfaatkan pemilu sebagai momentum meningkatkan oplah. Tapi akhirnya yang lebih dulu start-lah yang unggul. Sampai selesai pemilu (legislatif dan presiden) Indo.Pos makin mendapat tempat di Jakarta. Halaman politik lokal belakangan diikuti koran-koran lain meski pemilu sudah berakhir.