24 Juni 2008

Yang Ringan dari Tanah Haram 2007 (3)

Tak Sadar Handuk Terbawa sampai Usai Tawaf

BANYAK kejadian tak disangka selama menunaikan ibadah umroh. Ini yang cukup menggelikan. Handuk mandi milik hotel terbawa terus hingga selesai tawaf. Yang mendengar cerita ini pun tekekeh-kekeh, kok bisa, katanya. Rombongan umroh PT Assuryaniyah yang 365 orang berangkat dalam dua gelombang. Pertama pada 15 April 2007 sebanyak 229 orang, kedua berangkat sehari sesudahnya dengan jumlah 135 jamaah. Berdasarkan rute, semua jamaah akan start Jeddah-Madinah-Mekkah. Inti ibadah ada di Mekkah dan terakhir di Jeddah sebelum terbang kembali ke Indonesia.
Tiba di Bandara King Abdul Aziz di Jeddah pada saat magrib (dari Jakarta ditempuh 9 jam 20 menit). Belum pulih lelahnya, jamaah sudah harus naik bus ke Madinah selama 5 jam perjalanan. Bayangkan 9 jam duduk di dalam pesawat tambah 5 jam naik bus ke Madinah rasanya memang melelahkan. Tiba di Madinah sudah hampir subuh. Tapi semua kelelahan itu sirna setelah semua bersimpuh di dalam Masjid Nabawi, salat subuh. Inilah salat pertama di Masjid Nabawi. Berikutnya selama 3 hari dua malam dihabiskan di kota tempat Rasulullah wafat itu. Memperbanyak ibadah di Masjidil Haram dan ziarah ke tempat-tempat bersejarah. Jamaah mengunjungi makam Rasulullah yang terdapat di dalam Masjid Nabawi, sekaligus ziarah di makam dua sahabat ­–Abubakar dan Umar bin Khattab- yang tempatnya bersebelahan dengan makam Nabi Muhammad saw.

KULTUM DULU: H Kosasih, pemandu dari Assuryaniyah memberikan pengarahan di Hotel Dallah Taibah di Madinah sebelum menuju Bier Ali mengambil miqot.

Jelang ke Mekkah ada kultum alias kuliah 7 menit oleh KH Kosasih. Di sini dijelaskan rukun umroh, syarat dan larangan-larangannya. Katanya, wajib umroh adalah berihram, tawaf, sai, dan tahallul atau bercukur. Memakai pakaian ihram wajib. Dua potong kain putih harus dikenakan di tubuh, tak boleh ada kain atau bahan lain selain kedua itu. Pakaian dalam pun tak dibolehkan. Kain putih adalah simbol kesucian, sementara tanpa kain lain adalah dianggap telah siap mati, dan mudah proses memakamannya. Tawaf adalah mengelilingi Kakbah sebanyak 7 kali sambil berdoa, sai adalah berjalan dan berlari-lari kecil selama 7 kali antara Bukit Marwah dan Bukit Shafa atau sebaliknya. Terakhir adalah tahallul atau mengunting rambut tanda umroh sah.

BELUM SADAR: Saya ketika baru saja mau meninggalkan Bier Ali menuju Mekkah. Di sisi saya masih belum sadar kalau handuk masih terbawa.

Kamis siang 19 April 2007 semua jamaah berangkat ke Mekkah. Tapi sebelum naik bus harus sudah mengenakan pakaian ihram. Berihram diharapkan badan bersih, sehat dan wangi. Untuk itu harus mandi, pakai minyak, dan sekaligus menanggalkan pakaian dalam. Tubuh hanya boleh ditutupi 2 potong kain putih itu. Di sinilah saya mengalami kejadian yang menggelikan itu. Saya berempat dalam satu kamar. Saya, Akbar, Syamsul Rizal, dan Pak Ollie. Pak Ollie mandi pertama, disusul Sam (Syamsul Rizal). Waktu sudah mepet, Akbar juga mendahului saya mandi. Terakhir saya dapat giliran. Semua ternyata sudah memakai pakaian ihram, tinggal saya yang ditunggu. Buru-buru mandi dan keluar kamar mandi hanya dengan handuk putih milik hotel.

TIDAK LAGI: Ini saat miqot di Tan'im. Yaitu berniat untuk umroh sunnah. Di sini teman-teman mengingatkan jangan sampai handuk terbawa lagi.

Celana dalam saya tinggalkan di kamar mandi. Toh tidak dipakai lagi, juga kami tak balik lagi ke hotel Dallah Taibah Madinah ini. Saya keluar dengan hanya mengenakan handuk. Langsung pakai pakaian ihram. Bagian bawah dulu, lalu kemudian atasannya. Karena buru-buru handuk lupa saya lepas. Itu tak saya sadari sampai 11 jam lamanya. Yaitu satu jam perjalanan ke Bier Ali untuk mengambil miqot atau niat umroh, 5 jam perjalanan ke Mekkah, dua jam checking di hotel di Mekkah, makan malam, dan salat isa. Lebihnya adalah tawaf, sai, dan tahallul atau menggunting tanda umroh sudah sah.

Pulang dari baitullah saya belum sadar kalau handuk masih menempel terus di balik pakaian ihram saya. Dalam perjalanan pulang masih sempat bercanda dengan Akbar, Syam, dan beberapa jamaah lain. Prosesnya pun sama saat mau berihram. Pak Ollie ganti duluan, lalu Syam, Akbar, dan terakhir saya. Alangkah kagetnya ketika mau memakai celana dalam, ternyata handuk masih ada. Astagfirullah. Sejenak semua melongo, dan lalu berhamburanlah tawa mereka. Entah apa yang ada dalam pikiran mereka. Yang pasti saya tidak sengaja, tidak menyadari. HM Nabil yang mendengar cerita itu juga tertawa dan dengan bercanda mengatakan umroh saya batal, harus bayar dam. Bayarnya lebih mahal dari larangan lain yang telah dilanggar. Wallahu ‘alam. (bersambung)

21 Juni 2008

Yang Ringan dari Tanah Haram 2007 (2)

Jalan-Jalan Malam di Madinah, Mobil Ditilang

KOTA Madinah termasuk kota yang tenang. Sebagai kota tempat ziarah di sana, Madinah sangat beda dengan Mekkah. Mekkah terlihat semrawut, macet dan sedikit panas. Untuk kemajuan kota, Madinah cukup berkembang. Lima sampai 10 tahun lalu Madinah belum begitu responsif atas perubahan. Kini mulai terasa.
Namun yang lebih pesat perubahannya adalah Kota Jeddah. Maklum kota ini adalah kota internasional dengan penduduk dari berbagai negara. Pendatang umumnya dari Philipina, Afrika, Indonesia, India, Pakistan dan Amerika-Eropa. Kota ini pula yang bebas dimasuki orang nonmuslim. Beda dengan Madinah atau Mekkah yang disebut tanah haram. Haram bagi nonmuslim.

PUSAT KOTA: Inilah kawasan Sultana yang menjadi pusat Kota Madinah. Di sini banyak toko dan pusat perdagangan mewah. Gaya western juga terlohat di sini.

Tanggal 19 April rombongan jamaah Assuryaniyah sudah berada di Madinah setelah menempuh perjalanan 5 jam dari Jeddah. Beruntung Masjid Nabawi cukup menyeberang dari hotel tempat jamaah menginap. Tak sulit dapat makanan, buah, minuman dan semacamnya, karena di sekitar hotel berdiri toko-toko dan pedagang. Hanya, jangan coba-coba cari rokok buatan Indonesia. Rokok di sana termasuk barang haram, kecuali rokok-rokok tertentu.
Untuk mencari rokok inilah, sepertinya perlu bantuan. Harus ada orang yang tahu seluk-beluk pedagang rokok atau toko yang yang meu menjual rokoknya di bawah tangan. Kebetulan ada teman asal Indonesia yang sudah 12 tahun bermukim dan bekerja di Arab Saudi. Namanya Tashin Rafie, saudara kandung Barratuttaqiyah, mantan wartawan IndoPos. Dia juga perokok buatan Indonesia. Saya tidak merokok, tapi Akbar justru pusing kalau tidak ngepul.

12 TAHUN DI ARAB: Tashin Rafie (kanan) ketika mengajak jalan-jalan malam sebelum keliling kota dengan Ford Jeep-nya.

Tashin datang malam-malam usai salat magrib. Ngobrol sebentar lalu menunggu salat isa. Usai salat isa bertiga dicapai kesepakatan untuk jalan-jalan menikmati Madinah di waktu malam. Tujuannya adalah keliling kota dan nongkrong di Star Bucks Cafe. Dengan mobil Ford Jeep, bertiga menelusuri tengah kota. Jalan protokol teduh. Mobil mewah tampak berseliweran.
Di Madinah toko-toko akan terus buka sepanjang hari kecuali waktu salat. Malam, toko dan perdagangan buka hingga jam 24.00. Makanya, kami jalan-jalan dulu sebelum mampir ke cafe. Madinah juga sudah modern, brand-brand dan simbol-simbol asing telah tersebar banyak. Mc Donald, KFC, dan pakaian merek-merek Eropa dan Amerika pun tersedia.
Mau cari produk elektronik dan jam tangan bermerek juga tersedia di sana. Ada Time, Tissot, Tag Hauer, Swacth, Rado, Rolex dan sebagainya gampang ditemui. Itulah gambaran Kota Madinah yang sudah mulai terbuka. Lima sampai 10 tahun lalu, Madinah masih disebut kolot. Namun kemajuan dan serbuan teknologi modern memaksa pemerintah Kota Madinah harus terbuka. Handphone sudah bebas digunakan. Tiga operator di sana pun berlomba menambah pelanggannya.

SUDAH TUTUP: StarBucks Cafe di kawasan Sultana yang tutup setelah pukul 12.30 lebih. Kami terpaksa pulang setelah mendapat pengalaman ditilang polisi lalu lintas.

Kami melewati jalan utama menuju kawasan Sultana. Di kawasan ini, menurut Tashin Rafie, adalah kawasan elite di tengah Kota Madinah. Di sanalah tempat nongkrongnya anak-anak muda Madinah. Nongkrong di sana, belanja di sana, dan juga memerkan kekayaannya di sana.
Kami terus bercerita dan berkeliling kota. Karena asyiknya, kami tidak lihat kalau traffic light sudah merah. Mau berhenti tanggung, mau terus juga sayang. Akhirnya harus putar balik. Ya, di perempatan Jl Sultana itu kami harus berbelok 90 derajat untuk menuju ke Star Bucks Cafe. Begitu memutar balik, kami sudah kesemprit polisi lalu lintasnya Madinah. Harus berhenti. Tashin terlihat tegang. Maklum, ganjarannya adalah penjara. Begitu memang bagi pelanggar lalu lintas di sana. “Di sini tak ada sogok-sogokan,” kata agen representatif Tiki di Arab Saudi ini.
Mobil dipinggirkan. Tashin dari jauh mencoba negosiasi. Tapi alot, polisi itu pun mendatangi mobil untuk melihat isi mobil. Saya dan Akbar tetap saja di atas mobil. Tashin melanjutkan nego. Lama, dan sepertinya bakal gagal. Tashin masih punya satu jurus. Dia mengatakan, yang diangkutnya adalah peserta umroh dari Indonesia.
Polisi sedikit kendor. Dari belakang datang lagi, dan memastikan apakah saya dan Akbar benar-benar adalah peserta umroh. Jadinya Tashin hanya ditilang, beruntung tidak dipenjara. Lolos dari polisi lega rasanya. Namun di Star Bucks Cafe kami tinggal melihat pintunya yang sudah tutup. Jam menunjukkan pukul 00.45 di sana. (bersambug)

14 Juni 2008

Yang Ringan dari Tanah Haram 2007 (1)

Rugi Pakai Mentari, Tak Bisa SMS dan Memanggil

ROMBONGAN jamaah Assuryaniyah sudah kembali berkumpul dengan keluarganya di tanah air. Subakir Mustaji yang sempat tertahan di Mekkah juga sudah tiba. Banyak kesan, banyak cerita lucu. Inilah yang ringan-ringan dari tanah haram tersebut yang disampaikan dengan gaya bertutur saya.
Sambil menyelam minum air. Begitulah saya. Selain ikut beribadah, juga melaporkan perkembangan jamaah umrah PT Assuryaniyah Cipta Pratama dari Arab Saudi. Saya dan Akbar memang sudah siap luar dalam. Siap umrah, siap pula melakukan liputan dari Arab Saudi dan tiba kembali dengan selamat di tanah air.

DI DEPAN DALLAH TAIBAH: Pagi sebelum ziarah ke beberapa tempat-tempat bersejarah, berpose dulu di depan Hotel Dallah Taibah tempat saya menginap. Hotel ini hanya menyeberang jalan sudah sampai di komplek Masjid Nabawi. Di latarbelakang sebuah minimarket, di situlah saya membeli kartu GSM nomor lokal yang plug and play.

Sebagai alat komunikasi, saya berangkat dengan kartu Mentari dari Indosat. Xplor yang saya pakai diparkir dulu karena roaming internasional tidak bisa dibuka, kecuali deposit Rp 1,5 juta. Di tanah air, saya diberi penjelasan mengenai tatacara memanggil dan berkirim SMS. Kode dan cara pemanggilan saya simpan di notes handphone. Sehari sebelum terbang aktivasi roaming internasional dilakukan dengan proses 24 jam pasti aktif.
Perkiraan saya, setiba di Jeddah Arab Saudi kartu itu sudah aktif. Saya dan rombongan berangkat tanggal 16 April 2007 dengan waktu tempuh 9 jam 20 menit. Artinya setiba di Jeddah kartu itu sudah ready. Apalagi sudah terisi pulsa Rp 300 ribu. Namun magrib pada saat tiba belum juga aktif. Besoknya baru ada notifikasi melalui SMS yang menyatakan “Selamat menikmati perjalanan, Mentari roaming di 32 negara. Silakan hubungi contact center Indosat +622154388888.”

DI ANTARA PERTOKOAN: Keluar dari komplek Masjid Nabawi akan bertemu dengan deretan pertokoan serta hotel. Saya berdiri depan sebuah toko dengan latar belakang Masjid Nabawi.

Akbar sendiri membawa kartu Halo Telkomsel. Langsung bertelepon ria ke Indonesia. Enak, tak ada hambatan. Saya melongo karena Mentari yang saya bawa tak bisa menghubungi siapa pun. SMS pun tidak bisa. Itu pun saya lakukan setelah tulisan Al Jahwal dan Mentari sudah terpampang di layar HP. Artinya kartu sudah siap digunakan. Namun yang terjadi tetap tidak bisa. Katanya, dalam bahasa Arab, nomor yang saya tuju tidak lengkap. Ada apa?
Ke contact center juga menyatakan demikian. Tiba di Madinah Mentari itu tetap tidak bisa digunakan. Kode yang diberikan yakni *100*008<> Di Mekkah saya pun berulang-ulang mencoba memanggil lagi. Juga tidak bisa keluar. Saya coba ke nomor lokal, juga tidak bisa. Aneh. Melalui Akbar, staf penting di Indosat pun menyatakan sistem sudah aktif, namun dia tak paham kode panggilnya. “Kalau soal kode, saya tanya teman dulu,” kata Israruddin, CellularMarketing Communications Indosat, menjawab SMS Akbar.

TANDUS: Inilah lokasi (bukit) Uhud yang dalam sejarah Islam sebagai tempat pertempuran pasukan Rasulullah melawan kaum kuraisyi. Di lokasi ini, komunukasi saya ke Indonesia cukup lancar dengan menggunakan operator GSM Mobily.

Terakhir, melalui Syamsul Rizal, teman sekamar, mencoba mengutak aktik nomor dan kode-kode pangggil Indosat. Maklum dia menggunakan kartu Matrix yang berarti Indosat juga. Tapi hasilnya juga nihil. Mulai saat itulah, saya tak pakai Mentari lagi di Arab Saudi. Cukup pakai nomor lokal dari Mobily. Tinggal isi pulsa 30 riyals atau 60 rilyal. Pulsa 30 riyals dijual 30 riyals juga. Begitu pula pulsa 60 riyals dijual dengan harga sama. Para petinggi Assuryaniyah juga menggunakan nomor lokal dari Mobily.
Seperti HM Syami, Hamdy SA, Lutfey, Cholik dan para pemandunya. Hamdy sendiri nomornya masih dipakai di Indonesia. Berarti Mobily pun bisa roaming internasional sampai ke Indonesia tanpa harus aktivasi dulu.
Saya pertama kali ditawari kartu perdana di suatu kedai minum saat singgah di Rasili, 10 km dari kota Jeddah menuju Madinah. Itu dijual oleh seorang penjaganya. Harganya 85 riyals dengan pulsa 85 riyals juga. Saya tolak karena saya masih berharap Mentari saya bisa aktif saat di Madinah nanti. Tapi di Madinah akhirnya saya kepepet juga, apa boleh buat terpaksa beli di salah satu supermarket.

ANAK MUDA: Panitia dan pengelola PT Assuryaniyah sedang santai sambil berdiskusi di rumah HM Lutfi (membelakangi lensa) di Mekkah. Mereka masih tergolong muda namun sangat profesional dalam mengelola perjalanan umroh. Saya pun (lagi memotret) ikut nimbrung ngobrol-ngobrol dengan mereka.

Promosinya, kartu perdana 100 riyals dengan pulsa 85 riyals. Saya beli tapi tekor juga. Mengapa tidak beli saat di Rasili tadi, harganya cuma 85 riyals dengan pulsa yang dijanjikan 85 riyals pula. Namun tak apa, bedanya hanya 15 riyals, lagi pula supermarketnya cukup menyeberang jalan dari Hotel Dallah Taibah tempat kami menginap. Yang penting lagi, cukup menyeberang jalan ke Masjid Nabawi. (*)

08 Juni 2008

UMROH BERSAMA ASSURYANIYAH 2007 (11 - Habis)

Hari Ini Satu Menyusul Tiba di Tanah Air

Hampir semua jamaah program umrah dalam rangka milad ke-34 Assuryaniyah tiba di tanah air. Kemarin adalah keloter terakhir dari 365 jamaah. Hanya satu yang masih tertinggal, namun hari ini dipastikan tiba di Cengkareng.
Tujuh malam di Arab Saudi rasanya sangat singkat. Masih ada ratusan doa yang belum dimunajatkan. Namun begitu, perjalanan umrah harus berakhir hari ini di saat semua tiba di Cengkareng, kemarin. Sehari sebelumnya 228 jamaah sudah tiba dengan Garuda Indonesia Airways (GIA). Seharusnya 229, namun seorang ditinggal lantaran passportnya terbawa teman sendiri. Passport dan barang sudah tiba di Jakarta, pemiliknya, Hj Zawalis, tertahan di Jeddah.

TOKO INDONESIA: Di kawasan Pusat Perbelanjaan Chornice ada toko Indonesia yang menjual berbagai macam karpet, sajadah, parfum, kacang Arab, kurma, dll. Jamaah pasti ke toko-toko ini sebelum pulang ke tanah air. Saya tak ketinggalan berbelanja di sini, namun foto dulu sebelum masuk.

Kemarin sebanyak 137 jamaah sudah mendarat. Di dalamnya ikut Hj Zawalis. Maklum passportnya yang terbawa teman sudah dibawa langsung staf PT Assuryaniyah ke Jeddah, Minggu malam. Tanggung jawab Assuryaniyah kembali diperlihatkan di sini. Sementara satu lagi yang tertinggal di Mekkah, kemarin juga sudah bertolak ke Bandara King Abdul Aziz di Jeddah. Subakir diperkirakan tiba di Cengkareng hari ini.
Banyak ibadah dan banyak cerita dari sana. Misalnya PT Assuryaniyah menjadi travel haji dan umrah cukup dikenal luas di sana. Hotel-hotel bintang dan dekat dengan pusat peribadatan kenal benar dengan PT Assuryaniyah. Perusahaan yang didirikan ‘Si Singa Podium’ Hj Suryani Tahir itu dikenal selalu terbanyak jamaahnya masuk ke Arab. Itu karena mereka punya banyak program. Selain milad tiap tahun, juga ada umroh plus, umroh keluarga, dan paket nikah di Mekkah. Tak heran kalau kerjasamanya dengan hotel-hotel di sana cukup bagus. Buktinya, semua hotel yang ditempati paling jauh hanya 400 meter dari Masjid Nabawi atau Masjidil Haram.

BELANJA DI CHORNICE: Jelang keberangkatan pulang, saya masih sempat keliling di pusat perbelanjaan Chornice di Kota Jeddah.

Dari sisi pemanduan, semua tersedia. Assuryaniyah menggunakan banyak tenaga-tenaga lokal asal Indonesia. Tenaga ini adalah pelajar atau tokoh agama yang sudah lama menetap di Arab Saudi. Tak sulit mereka menjelaskan tempat-tempat bersejarah di sana. Jamaah puas, dan mengerti prosedur ibadah.
Tenaga-tenaga ini juga bisa menjadi guide, misalnya mengantar jamaah untuk berbelanja, mencari tempat-tempat penjualan barang-barang tertentu. Seperti ketika saya harus pontang-panting cari internet. Dia tahu mana internet yang murah, mana yang ‘lelet’. Saya, jika mencari sendiri harus membayar mahal, 20 riyalas per jam. Itu di Aziziah, namanya cafe internet. Tapi dengan dia, dapat 10 riyals per jam. Akses-nya cepat pula.

JAMAAH LAIN: Saya (kiri) bersama Dery dan jamaah umroh dari travel lain saat berbelanja di Jeddah.

Cerita tentang oleh-oleh dan belanjaan tak bakal habis. Sudah menjadi rahasia umum kalau orang Indonesia berhaji-umrah selalu identik dengan shopping. Sangat konsumtif. Mereka tak bisa disalahkan juga, karena ada pandangan bahwa apa pun yang dibeli di tanah Arab berkahnya banyak. Apalagi jika dibagi-bagikan kepada kerabat di tanah air. Kerabat di tanah air pun berpandangan sama. Oleh-oleh apa saja ada berkahnya, bahkan bisa menjadi daya magnit agar bisa naik haji atau umroh.
Belanjaan yang pertama-tama dicari adalah makanan khas di sana. Itu kurma.Hampir sama nilainya dengan air zam-zam. Kemudian perhiasan-perhiasan, baik emas, perak, batu permata maupun perhiasan imitasi. Lalu parfum, kemudian wadah-wadah berwarna keemasan atau betuliskan al Quran. Gift set seperti miniatur Kakbah, gambar miniatur Masjid Nabawi, Masjidil Haram, Masjid Quba, dan gambar-gambar dengan lafaz Allah dan Muhammad.


NGOPI DI KING ABDUL AZIZ: Menunggu keberangkatan pulang, saya dan Akbar Muslim ngopi santai dulu.

Lebihnya kain, mainan anak-anak, penghias wajah seperti daun pacar yang sudah dikemas dalam tube. Ramuan pemercantik mata seperti cilla’ atau sejenisnya. Kalau masih ada modal, pilih produk-produk non Arab yang kebanyakan bisa dibeli di Jeddah. Jamaah Assuryaniyah sempat menikmati pusat perbelanjaan terbesar di Jeddah, yaitu Corniche Trade Center. Di sana ada toko khusus Indonesia, namanya Toko Amir dan Toko Ali. Kedua toko ini menjual macam-macam parfum, kurma, sajadah kualitas tinggi, dan makanan-makanan khas Indonesia seperti jambu mete.
Namun yang sulit ditemukan adalah kaos oblong dengan simbol-simbol negara Arab Saudi, misalnya lambang negara Arab Saudi atau ikon khas di sana. Maklum penduduk Jeddah sudah berbaur muslim dan nonmuslim. Gaya hidup di sana pun sudah western alias kebarat-baratan. Kaos, jeans dan semacamnya kebanyakan import. Jam tangan semua dari Eropa, Amerika dan Jepang.
Derry, Ginanjar, dan Eman dari Grup Empat Sekawan tak ketinggalan belanja di sini. Derry misalnya memilih model kemeja terbaru yang tampak seperti pakaian soft cowboy, jahitannya seolah mau lepas, namun ternyata tetap aman karena ada lapisannya. “harganya 100 riyals,” katanya. Baju itulah yang dipakai Derry pulang ke tanah air. (*)

07 Juni 2008

UMROH BERSAMA ASSURYANIYAH 2007 (10)

Barakhir di Jeddah, Janji Niat Datang Lagi

Kemarin adalah hari terakhir di Arab Saudi. Enam kelompok sebelumnya juga telah terbang ke Indonesia. Itu karena mereka juga lebih dulu ke Arab. Hari ini adalah giliran kelompok 6 dan 7 yang terbang pulang. Banyak amal, banyak ibadah, dan semua berniat kembali lagi tahun depan. Semoga.
Tawaf wada merupakan tawaf perpisahan. Itulah yang dilakukan 350 lebih jamaah umroh PT Assuryaniyah. Setelah tawaf siang-siang di depan Kakbah, semua berkemas meninggalkan hotel. Dua jam di perjalanan, sekitar pukul 17.30 atau 21.30 WIB semua tiba di Jeddah.

MALAM DI JEDDAH: Begitu tiba (malam), saya curi-curi waktu berjalan-jalan ke pusat pertokoan di Jeddah.

Jeddah adalah kota internasional di Arab Saudi. Kota Jeddah ini termasuk kota bebas, bukan kota haram bagi nonmuslim seperti Mekkah dan Madinah. Di sini juga merupakan pintu masuk Arab Saudi. Ada pelabuhan dan Bandara Internasional King Abdul Aziz. Bandaranya mewah, yaitu untuk penerbangan internasional dan jamaah haji. Bandara ini juga melayani penerbangan kerajaan, dan domestik.
Di sisi barat terbentang Laut Merah yang juga bersejarah. Di sini ada makam Siti Hawa, meskipun masih ada perbedaan kisah dari sekian mashab yang ada. Namun begitu, yang paling kuat menyebut di sinilah nenek manusia itu dikuburkan.

SANTAI: Bersama Dirut PT Assuryaniyah H.M. Syami ketika rombongan mengunjungi Laut Merah di Jeddah.

Di kota ‘bebas’ ini cerita-cerita meluncur keluar. Dari semua kelompok terbang, peserta umroh ternyata tidaklah sendiri-sendiri. Umrah ini boleh dikata ‘umrah keluarga.’ Sebab, banyak rombongan keluarga menggunakan jasa travel yang berpengalaman ini. Ada rombongan dari Yayasan Daarul Muttaqin Perumahan Harapan Indah Bekasi. Jumlahnya 10 orang dari lingkungan komplek.
Kesepuluh anggota ini ternyata ikut atas prakarsa Ketua Yayasan, Ahmad Yani. Pak Haji Yani, begitu biasa dia dipanggil, memang cukup dekat dengan PT Assuryaniyah. Musim haji dua tahun lalu dia lewat Assuryaniyah juga, tahun lalu giliran istrinya, Fivien Meilani, yang umrah. Kini keduanya masih ikut, tapi membawa 10 orang dalam rombongan.

NAMPANG: Personel Empat Sekawan, Dery, bersama Dirut Assuryaniyah H.M Syami di atas sedan milik H.M. Lutfie, panitia dari Assuryaniyah saat di pinggir Laut Merah.

Kepada Indo.Pos Pak Haji Yani promosi habis-habisan mengenai kelebihan travel haji dan umrah ini. Dirut PT Assuryaniyah, HM Syami pun, tersipu di depannya. “Ini bukan promosi lho, tapi kenyataan. Mana ada travel yang bisa memberangkatkan 1.000-an jamaah tanpa masalah,” katanya.
Dia bercerita, apa yang dilakukannya hanya karena ibadah. Mengajak orang-orang di lingkungannya agar olewat Assuryaniyah saja bukan karena ada apa-apanya dengan travel ini. Tapi semata-mata ajakan untuk beribadah. “Nawaitu saya adalah mengajak orang untuk beribadah,” katanya.

TERIK: Terlihat betapa teriknya matahari di Kota jeddah, seperti ketka saya manahan panas untuk sekadar berfoto di pinggir Laut Merah.

Menurut dia, tadinya banyak yang ragu lewat Assuryaniyah. “Namun setelah mendengar cerita dan pengalaman berumroh dari banyak orang, ya, mereka pun ikut Assuryaniyah,” katanya saat makan pagi yang didampingi istrinya di Mekkah. Pemberangkatan awal di tahun ini Yani rencananya mengajak salah satu perwira Polri, namun berhalangan karena yang bersangkutan mendadak menerima tugas penting.
Selain kelompok H Yani ini, ada pula dua pasangan peraih hadiah umroh dari PT Telkomsel. Namanya Gaffar Ismail dan Firdaus Karim. Gaffar membawa istrinya, sedangkan Firdaus membawa adik kandungnya. Firdaus kepada Indo.Pos menceritakan ketika mendapat hadiah itu. Dia begitu senang, bahkan kalau bisa berangkat secepatnya. “Ditanya passport oke, ditanya siap mental saya juga oke,” katanya. (*)

02 Juni 2008

UMROH BERSAMA ASSURYANIYAH 2007 (9)

Ziarah Lagi, Tawaf, dan Tawaf Lagi

Seperti apa kegiatan jamaah umrah Assuryaniyah jelang keberangkatan menuju Jeddah kemarin? Ziarah dan tawaf. Tawaf sunnah dan tawaf wada. Karena hanya sunnah, ada sebagian yang tidak ikut. Tawaf sunnah dilakukan Jumat malam, sedangkan tawaf wada dilaksanakan usai dhuhur pada Sabtu siang WIB.
Tawaf sunnah dilakukan setelah miqot di Masjid Tan’im atau disebut juga masjid Siti Aisyah. Di sini jamaah kembali memakai pakaian ihram. Usai itu, semua rombongan yang jumlah terakhirnya mencapai 365 orang balik ke hotel. Salat magrib lalu ke Masjidil Haram. Ada juga sebagian kelompok yang baru ke turun ke Baitullah setelah makan malam dan salat isa. Artinya jamaah masih harus tetap berihram.
Saya turun ke Baitullah setelah isa. Sebenarnya banyak pilihan waktu untuk tawaf. Tapi mengapa mau melakukan agak malam? Karena diperkirakan jamaah dari seluruh dunia mulai meninggalkan Masjidil Haram. Masjid ini selalu padat antara magrib dan isa. Maklum waktu magrib dan isa cukup singkat sehingga lebih baik menunggu isa selasai baru meninggalkan masjid.

PADANG BUKIT: Saya dan rombongan ziarah ke Jabal Nur di Mekkah. Di sinilah dalam sejarah tempat Nabi bersembunyi sebelum hijrah ke Madinah karena dikejar oleh kaum kafir.

Di saat usai isa itulah sebagian besar rombongan Assuryaniyah berbaur menuju Kakbah. Kakbah disebut juga Baitullah (Rumah Allah) atau Baitul 'Atiq (Rumah Kemerdekaan). Dibangun berupa tembok segi empat yang terbuat dari batu-batu besar yang berasal dari gunung-gunung di sekitar Mekah. Kakbah berada di tengah-tengah Masjidil Haram. Sementara masjid ini memiliki luas 328.000 meter persegi dan dapat menampung 730.000 jamaah dalam satu waktu salat berjamaah.
“Labbaika lahu malabbaik, labbaika la syarikala laka labbaik, Inna hamda, wan ni’mata laka wal mulk. Labbaika la ssyarikalak”. Begitu kalimat talbiyah saat menuju Kakbah. Tujuh putaran selesai dilanjutkan salat di depan pintu Kakbah. Di sinilah jamaah banyak meneteskan air mata. Memohon ampun dan memanjatkan doa sesuai keinginannya.
Prosesi belum selesai. Jamaah masih harus sai, yaitu berjalan dan berlari-lari kecil antara Bukit Marwah ke Bukit Safa. Namun sebelum sai, diharuskan singgah di sumur zam-zam untuk minum dan juga membacakan doanya. Sumur zam-zam letaknya 20 meter sebelah tenggara Kakbah. Kini mata air zam-zam itu sudah modern. Air tak lagi muncrat atau mengalir dari bawah tanah, tapi sudah melalui keran-keran gallon yang berjejer. Setiap saat jika gallon sudah kosong langsung diisi petugas.

DI TAN'IM: Saya ketika melaksanakan salat sunat untuk berniat melakukan umroh sunat.

Sumur Zamzam mempunyai riwayat tersendiri. Sejarahnya tidak dipisahkan dengan istri Nabi Ibrahim AS, Siti Hajar, dan putranya Ismail AS. Sewaktu Ismail dan ibunya hanya berdua dan kehabisan minum, Siti Hajar pergi ke Bukit Safa dan Bukit Marwah sebanyak 7 kali. Namun tidak berhasil menemukan air setetespun, karena tempat ini hanya merupakan lembah pasir dan bukit-bukit yang tandus, belum didiami manusia selain Siti Hajar dan Ismail. Saat kali ketujuh Siti Hajar tepat berada di Bukit Marwah, tiba-tiba terdengar suara yang mengejutkan. Dia menuju ke arah suara itu. Alangkah terkejutnya, bahwa suara itu ialah suara air yang memancar dari dalam tanah dengan derasnya. Air itu adalah air Zamzam. Itulah sebabnya setelah tawaf harus dilakukan sai, yaitu jalan dan berlari-lari kecil 7 kali antara Bukit Safa ke Bukit Marwah. Kedua bukit ini berada di sekitar Kakbah, jarak kedua bukit hanya 400 meter.
Ibadah hampir selesai. Yang terakhir ini hanya menggunting rambut atau bercukur atau tahallul. Hampir semua jamah mengaku tidak bawa gunting. Beruntung ada jasa pengguntingan rambut, dibayar 5 sampai 10 riyals.

PERTEMUAN ADAM-HAWA: Inilah tugu sebagai simbol dan tempat pertemuan Adam dan Hawa di Jabal Rahmah. Para jamaah tak lupa menuliskan doa agar rukun dan damai dengan orang-orang tercinta.

Sebelumnya, pada Jumat sore rombongan Assuryaniyah ziarah ke Jabal Rahmah, sebuah tugu di atas bukti tempat pertemuan Adam dan Hawa. Juga ke Jabal Nur, Jabal Tsur, Mina, Musdalifah, dan miqot di Masjid Tan’im di Kota Mekkah. Arafah, Mina, dan Musdalifah terlihat kosong karena memang daerah ini hanya boleh dipadati saat musim haji.
Usai tawaf wada, kemarin rombongan bersiap menuju Jeddah. Menurut jadwal, rombongan akan menginap semalam di Jeddah sebelum bertolak pulang ke Indonesia pada Minggu siang. (*)