01 Oktober 2007
Ketegangan di Konser Sheila On Seven (2 - Habis)
TUGAS saya dengan baik saya jalankan. Tak perlu lama bagi saya untuk bertemu gubernur. Di pintu masuk ruang kerjanya saya bertemu Ibu Norma. Dari dialah menyambung saya ke Pak Kaimuddin. Suami istri ini langsung paham dan meyakinkan saya. Sheila On Seven boleh pentas. Tapi bagaimana dengan Pak Husein Effendi? tanya saya. "Sudah," jawab Kaimuddin. Saya mengepalkan tangan. Yes!!
Keluar dari ruangan gubernur, saya ingin segera menyampaikan berita baik ini kepada Pak Baso yang sedang serius di ruangan wakil gubernur. Tapi saya tidak boleh masuk. Kata ajudan bapak lagi tegang. Apa yang terjadi di dalam baru saya tahu setelah Pak Baso keluar. "Wagub sudah ihlas," kata Pak Baso begitu keluar ruangan. Husein Effendi dapat perintah dari Kaimuddin untuk mengizinkan konser Sheila On Seven besok.
Husein Effendi dikelilingi kader-kader PPP Sultra.
Di depan Pak Baso Husein Effendi seperti di luar kontrol. Dia sempat memperlihatkan pistol untuk menegaskan kepada Pak Baso bagaimana berangnya dia terhadap orang-orang yang membuat peta konflik dirinya dengan Gubernur Kaimuddin. "Saya mau diadu domba," katanya dengan nada keras. Baso terdiam. Yang nyaris jadi sasaran tembak adalah Dinas Olahraga karena dialah yang mengeluarkan izin pemakaian Stadion Lakidende itu.
"Tapi sudahlah," kata Husein Effendi, "Semua sudah berakhir. Saya harus ikut perintah gubernur." Baso terdiam. Memaklumi apa yang terjadi. Dari sekian pengacara di Kendari, Pak Baso cukup dekat dengan Husein Effendi. Saya tidak tahu ceritanya bagaimana bisa keduanya dekat. Apakah karena Husein Effendi cukup komunikatif dengan menggunakan bahasa leluhurnya Pak Baso, Bugis, atau hubungan profesional saja.
Ya, Husein Effendi adalah orang Tolaki -suku asli Kendari- tapi sangat fasih berbahasa Bugis. Meskipun tak pernah tinggal di Sulawesi Selatan dalam jangka lama, dia mengerti Bahasa Bugis Makassar tersebut. Yang saya tahu Husein Effendi pernah lama bertugas di Surabaya Jawa Timur. Dari situlah masuk ke Sultra menjadi wakil gubernur pada periode kedua Kaimuddin. Husein Effendi menggantikan Kolonel TNI Muhidin yang sukses mendampingi Kaimuddin periode pertama. Brigjen polisi menggantikan Brigjen TNI AD.
Peristiwa 8 tahun lalu itu mungkin sudah hilang dalam ingatan Pak Husein Effendi. Memori saya pun sudah tak mampu merekam secara detil dari jam ke jam kejadian itu. Namun saya masih menaruh hormat kepada Bapak Husein Effendi, baik sebagai pejabat daerah maupun sebagai politisi di Sultra.
Sebagai pejabat daerah, beliau adalah pimpinan DPRD Sultra dan sebagai politisi beliau ketua DPW Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Sultra. Sayangnya dia harus rela melepas jabatan ketua PPP ke Yusran Silondae, wakil gubernur sekarang. Dia kalah dalam perebutan kursi ketua PPP Sultra.
Sejak peristiwa itu saya tidak pernah lagi bertemu beliau. Bahkan mungkin dia tidak tahu kalau saya sudah pindah ke Jakarta.
Keluar dari ruangan gubernur, saya ingin segera menyampaikan berita baik ini kepada Pak Baso yang sedang serius di ruangan wakil gubernur. Tapi saya tidak boleh masuk. Kata ajudan bapak lagi tegang. Apa yang terjadi di dalam baru saya tahu setelah Pak Baso keluar. "Wagub sudah ihlas," kata Pak Baso begitu keluar ruangan. Husein Effendi dapat perintah dari Kaimuddin untuk mengizinkan konser Sheila On Seven besok.
Husein Effendi dikelilingi kader-kader PPP Sultra.
Di depan Pak Baso Husein Effendi seperti di luar kontrol. Dia sempat memperlihatkan pistol untuk menegaskan kepada Pak Baso bagaimana berangnya dia terhadap orang-orang yang membuat peta konflik dirinya dengan Gubernur Kaimuddin. "Saya mau diadu domba," katanya dengan nada keras. Baso terdiam. Yang nyaris jadi sasaran tembak adalah Dinas Olahraga karena dialah yang mengeluarkan izin pemakaian Stadion Lakidende itu.
"Tapi sudahlah," kata Husein Effendi, "Semua sudah berakhir. Saya harus ikut perintah gubernur." Baso terdiam. Memaklumi apa yang terjadi. Dari sekian pengacara di Kendari, Pak Baso cukup dekat dengan Husein Effendi. Saya tidak tahu ceritanya bagaimana bisa keduanya dekat. Apakah karena Husein Effendi cukup komunikatif dengan menggunakan bahasa leluhurnya Pak Baso, Bugis, atau hubungan profesional saja.
Ya, Husein Effendi adalah orang Tolaki -suku asli Kendari- tapi sangat fasih berbahasa Bugis. Meskipun tak pernah tinggal di Sulawesi Selatan dalam jangka lama, dia mengerti Bahasa Bugis Makassar tersebut. Yang saya tahu Husein Effendi pernah lama bertugas di Surabaya Jawa Timur. Dari situlah masuk ke Sultra menjadi wakil gubernur pada periode kedua Kaimuddin. Husein Effendi menggantikan Kolonel TNI Muhidin yang sukses mendampingi Kaimuddin periode pertama. Brigjen polisi menggantikan Brigjen TNI AD.
Peristiwa 8 tahun lalu itu mungkin sudah hilang dalam ingatan Pak Husein Effendi. Memori saya pun sudah tak mampu merekam secara detil dari jam ke jam kejadian itu. Namun saya masih menaruh hormat kepada Bapak Husein Effendi, baik sebagai pejabat daerah maupun sebagai politisi di Sultra.
Sebagai pejabat daerah, beliau adalah pimpinan DPRD Sultra dan sebagai politisi beliau ketua DPW Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Sultra. Sayangnya dia harus rela melepas jabatan ketua PPP ke Yusran Silondae, wakil gubernur sekarang. Dia kalah dalam perebutan kursi ketua PPP Sultra.
Sejak peristiwa itu saya tidak pernah lagi bertemu beliau. Bahkan mungkin dia tidak tahu kalau saya sudah pindah ke Jakarta.
Langganan:
Postingan (Atom)