21 September 2007

Ketegangan di Konser Sheila On Seven (1)

SEBENARNYA diam-diam ada persaingan antara Kendari Ekspres dengan Kendari Pos. Maklum, anak-anak Kendari Pos yang terpaksa hengkang ke Kendari Ekspres menyimpan 'dendam'. Tapi dendamnya positif. Mereka bertekat menjadi yang terbaik. Apalagi yang pindah ke Kendari Ekspres dianggap hanyalah SDM kelas 2. Yang kelas 1 tentulah Kendari Pos, apalagi koran ini lebih dulu hadir di Sultra.
Rivalitas memang tak terhindari. Kendari Pos dan Kendari Ekspres selalu saja mau 'perang' satu sama lain. Dalam liputan, dalam pemasaran, bahkan dalam berlomba membuat event. Satu event besar sukses dilaksanakan Kendari Ekspres yang mungkin tidak dapat dilakukan Kendari Pos, yakni mengadakan konser tunggal Grup Band Sheila On Seven. Apalagi, Kendari Ekspres saat itu masih terbit secara mingguan. Menariknya lagi, konser itu terselenggara di tengah adanya pihak-pihak tertentu yang ingin memboikot.
Ya, ada yang ingin menggagalkan konser itu melalui Wakil Gubernur Sultra Husein Effendi (waktu itu). Saya tidak yakin persis apakah ini terkait dengan rivalitas antara Kendari Pos dengan Kendari Ekspres, tapi memang saya selaku orang nomor 1 di Kendari Ekspres menjadi malu jika konser atas kerjasama dengan pengusaha showbiz Rafsel Ali (menantu Alwi Hamu) itu gagal.
Konser Sheila On Seven rencananya digelar di Stadion Lakidende Kendari. Izin dan persyaratan sudah dipenuhi. Artinya tinggal pasang panggung bersistem knock down yang didatangkan dari Surabaya. Stadion Lakidende adalah home base Persatuan Sepakbola Kendari (PSK), sementara stadion itu di bawah pengelolaan Pemda Sultra. Pengelolalanya bertanggungjawab langsung kepada wakil gubernur.


Personel Sheila on Seven meninjau stadiun sebelum tampil dalam salah satu kongsernya di Indonesia.

Husein Effendi, selain wakil gubernur, dia juga adalah Ketua Komda PSSI Sultra. Komda PSSI Sultra adalah induk teratas dari perserikatan sepakbola Kodya Kendari selaku pemilik PSK. Kalau dilihat jabatan Husein Effendi, maka boleh dikata dia menguasai penuh stadion tersebut. Baik dia sebagai wagub, maupun selaku ketua PSSI Sultra. Entah siapa yang ngompori, tiba-tiba dia mencabut izin pemakaian stadion yang sudah saya kantongi untuk pertunjukan Sheila On Seven.
Saya tersentak. Juga tidak habis pikir mengapa Wagub Sultra waktu itu begitu mudah dipengaruhi orang. Segera saya diskusikan dengan pengacara Kendari Ekspres Baso Sumange Rellung SH. Pak Baso termasuk cukup dekat dengan Pak Husein Effendi. Pak Baso mengernyitkan alisnya tanda heran. Dia juga tidak habis pikir mengapa Bapak Husein Effendi begitu. Alasan yang kami terima adalah stadion itu mau dipakai PSK untuk latihan. Begitu mendadak-kah? tanya saya.
Seolah PSK dipaksa berlatih di stadion itu agar konser Sheila On Seven batal. Lagi pula sebelumnya saya tidak melihat PSK giat-giatnya latihan. Saya tahu seperti apa PSK, karena saya adalah sekretaris di perserikatan tersebut bersama Pak Mujahid. Jadi mengapa tiba-tiba PSK mau latihan? Ibu Astian dan Indarwati, project officer konser, terlihat sudah putus asa. Keduanya sudah menemui Ibu Norma, istri Gubernur La Ode Kaimuddin, agar dibantu. Iya, janjinya.
Dua hari sebelum hari H, stadion masih tertutup bagi Kendari Ekspres untuk konser. Wagub kembali memberikan alasan lain. Iya, tidak untuk latihan, tapi PSK di hari yang sama akan uji coba dengan klub lain di Lakidende. Wah, ini mendadak lagi. Di luar stadion, peralatan panggung dan sound sistem tertahan. Tidak boleh masuk untuk dipasang. Kami kelimpungan hingga H-1. Di hari H-1 itu, panggung masih tertahan. Tiga kontainer menunggu diloloskan masuk. Saya dan Pak Baso akhirnya ke kantor Gubernur. Di tangga naik, saya bagi tugas. Saya ke ruang kerja Gubernur, Baso ke ruang kerja Wagub. Tegang campur was was, rasanya.
Benar, kalau gagal sayalah yang paling menanggung malu. Tiket sudah terbagi semua, laris manis. Pembaca Kendari Ekspres pun telah memberikan apresiasi atas penyelenggaraan konser So7 tersebut. Mereka tinggal menunggu hari H-nya. Tapi itu tadi, saya tersandung oleh Wakil Gubernur dan Ketua PSSI Sultra, Bapak Husein Effendi. (bersambung)

12 September 2007

Konfrontasi Melawan Kapolda (4 - Habis)

PIHAK Polda Sultra keluar dari gedung DPRD di tengah kerumunan demo. Dan di saat kami masuk, demo tetap berlangsung menyemangati Kendari Ekspres. Di dalam, Kendari Ekspres didampingi 7 pengacara. Di antaranya Arbab Paproeka SH, Baso Sumange Rellung SH, Abdul Rahman SH, Parulian SH. Kami diterima H Hino Biohanis dan dua wakil ketuanya.
Di luar ruangan puluhan aktivis tak henti berorasi. Pimpinan DPR segera saja membuka hearing. Hino Biohanis menjelaskan hasil hearingnya dengan jajaran Polda Sultra. Intinya, Kapolda menolak tuduhan selalu meminta upeti, menolak disebut arogan, dan, tentu saja, yang bersalah tetap Kendari Ekspres yang mencemarkan nama baiknya. Saya pun tak mau kalah. Kronologis saya kemukakan secara runtut. Mulai dari persidangan, sampai saat hearing ini. Tak lupa saya umbar UU No 40/1999 tentang pers.
Selanjutnya giliran Arbab mengungkapkan kondisi riil dalam kasus Kendari Ekspres versus Kapolda ini. Menurut dia, Kapolda salah alamat jika menuntut Kendari Ekspres. Dia kemudian mencontohkan kasus antara Penasehat Golkar (waktu itu) Baramuli dengan kelompok Barnas (Barisan Nasional) yang digalang dedengkot Petisi 50 Ali Sadikin. Yang tersangkan akhirnya adalah pers.
Baramuli ketika di Palu menyebutkan Barnas itu adalah barisan sakit hati yang tidak layak hidup di Indonesia. Ucapan Baramuli (alm) itu lantas dikutip media massal lokal dan nasional. Di Jakarta kelompok Barnas seperti Ali Sadikin, Kemal Idris dkk tersinggung atas ucapan Baramuli itu. Dia menuntut. Sayangnya yang dituntut bukan Baramulinya, tapi pers. Ini jelas salah alamat. Mengapa tak menuntut Baramuli? Sama halnya kasus Kapolda Sultra v Kendari Ekspres, yang ngomong Kapten Boy tapi marahnya kepada wartawan.
Hearing akhirnya ditutup dengan tambahan pernyataan di sana sini. Tapi itu belum menyelesaikan masalah. DPRD sudah meminta ke Kapolda agar menahan diri, tapi juga belum berhasil. Saya sendiri sudah menyatakan Kendari Ekspres berada dalam posisi defensif. Yang sekali-kali akan ofensif jika menghawatirkan kelangsungan pengelolanya. Yang menuntut adalah Kapolda sehingga semuanya tergantung dia sendiri. Mau lanjut dia yang putuskan, tidak juga dia yang keputuskan.
Yang terjadi kemudian saya terus mendapat dukungan. Dari Jakarta AJI Indonesia pimpinan Didik Supriyanto (mantan anggota Panwaslu pusat) sudah menyiapkan pengacara Johnson Panjaitan SH untuk ikut membela saya. Selain itu, AJI Indonesia pun terus meminta Kapolri agar meninjau keberadaan Kapolda Amir Iskandar Panji di Sultra. Paling tidak mendengar aspirasi elemen masyarakat Sultra yang telah mengirimkan pernyataan sikapnya.
Sementara pemberitaan Kendari Ekspres tak hentinya melakukan kontrol terhadap Polda Sultra. Salah satunya dijadikannya fasilitas lapangan tembak milik Perbakin menjadi cafe. Ketua Perbakin Sultra selalu dijabat ex officio Kapolda sehingga Amir Iskandar Panji punya kuasa mengatur fasilitas lapangan tembak tersebut. Lapangan itu disulap menjadi cafe dan karaoke di malam hari.
Berbulan-bulan Kendari Ekspres musuhan dengan Kapolda. Puasa dan lebaran sudah kami lewatkan, saya tidak pernah diperiksa lagi. Terhitung saya cuma sekali diperiksa dari jam 08 pagi hingga jam setengah enam sore. Itu pada awal-awal kasus ini. Waktu itu saya dongkol banget. Penyidik sangat tergantung dengan Kapoldanya. Setiap satu pertanyaan selesai, dia masuk lagi ke ruangan kapolda. Dia minta pertanyaan dari Kapolda untuk saya.
Perasaan saya tak bagus. Langsung saja saya bilang ke penyidik lebih baik Kapolda saja yang periksa saya. Biar cepat selesai. Saya dongkol karena prosesnya lama, apalagi bulan puasa. Saya berharap biar korbannya saja yang berhadapan dengan saya secara langsung. Anggaplah dia penyidik, dan saya siap menjawab semua interogasinya. Tapi penyidik itu mengatakan, "Kami hanya diperintah, hanya menjalankan tugas saja."
Memasuki bulan Mei, berita mencengangkan mucul. Kapolda Sultra Kolonel Polisi Amir Iskandar Panji diganti. Penggantinya adalah wakilnya sendiri. Saya bersorak. Mungkin ini hasil dari desakan teman-teman yang minta Kapolda dicopot. Berita tersebut langsung disambut hangat semua pendukung Kendari Ekspres. Saya sendiri bikin acara kecil-kecilan. Sebab, suasana itu pas bertepatan hari ulang tahun saya, 5 Mei.