22 Juli 2008

Gonjang-ganjing DAK Pendidikan (2)

Dengan Uji Petik pun Belum Aman

BANYAK cara dilakukan untuk mengatasi berbagai masalah pelaksanaan DAK pendidikan. Salah satunya adalah dengan menggelar uji petik di hadapan sekolah-sekolah. Tapi hasilnya, belum memuaskan. Dana Alokasi Khusus yang jumlahnya besar, seperti membalalakkan mata pihak sekolah atau pengusaha. Pada 2003 jumlah DAK pendidikan baru Rp 625 miliar, lalu tahun berikutnya naik menjadi Rp 652,64 miliar. Tahun 2005 naik lagi menjadi Rp 1,21 triliun. Tahun ini melonjak lagi hingga Rp 1,92 triliun.
Tahun ini Rp 220 juta digelontorkan kepada setiap sekolah di 434 kabupaten/kota. Sekolah berhak mengelola sendiri, tanpa campur tangan terlalu jauh kepala dinas Pendidikan dan Kebudayaan. Karena sudah ‘single’ itulah, mereka bebas menentukan distributor, agen dan penerbit untuk diajak kerjasama.
Ada dua jenis pekerjaan dalam pelaksanaan DAK pendidikan ini. Yaitu renovasi fisik sekolah/ruang kelas, rumah kepala sekolah dan rumah penjaga sekolah. Selanjutnya adalah pengadaan buku-buku, alat peraga, atlas, lemari, loker perpustakaan, pengayaan pengetahuan narkoba sebagai penunjang peningkatan kualitas pendidikan.
Untuk yang pertama, menjadi bagian pengusaha/kontraktor bangunan, sedangkan yang kedua gabungan antara pengusaha buku dan usaha furnitur. Parahnya, yang terjadi, para penerbit, pencetak, dan distributor buku juga seolah menjadi kontraktor untuk melaksanakan renovasi.

BINTANG ILMU: Salah satu penerbit dan pencetak serta distributor yang ikut berkompetisi dalam penyaluran buku dan alat peraga secara nasional.

Khusus dalam pengadaan buku, daerah Magelang menjadi contoh kasus. Pada 28 Agustus lalu, diadakan uji petik di tiga sekolah. Yakni SDN Mungkid II, SD Muhammadiyah Sirodjuddin, dan SDN Pabelan 2. Hasilnya mengecewakan. Satu dari tiga perusahaan gagal mempresentasikan ‘dagangannya’ kepada para kepala sekolah.
Dua perusahaan lain, yakni Krida Karya Semarang dan Peraga Pendidikan Nusantara mampu menghadirkan produknya secara lengkap sesuai spesifikasi yang tertera dalam juknis dan edaran Dirjen Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah Depdiknas.
Di Magelang, DAK belum cair, tapi sudah 56 SD/MI sudah memesan kepada tiga perusahaan itu. Sebanyak 26 SD/MI ke Krida Karya Semarang, 22 sekolah ke GMA Pudak, dan 8 SD memilih PT Pembina.
Uji petik digelar agar sekolah ibaratnya tidak membeli kucing dalam karung. Produk yang ditawarkan produsen pun dapat dipertanggungjawabkan, transparan, dan kualitasnya terukur sesuai anjuran.
Kasus yang terjadi di Kabupaten Magelang ini juga terjadi di Bandung, Jogja, Solo, Maluku, dan Soppeng. Parahnya, konsorsium dari perusahaan yang gagal itu ikut pula uji petik di sini. Akibatnya, di Maluku dibentuk tim penilai buku. (bersambung)