TIAP hari ribuan umat Islam tumplek blek di depan Kakbah. Apalagi jelang salat wajib. Salat di depan Kakbah lebih diterima doanya. Karena banyaknya manusia, alas kaki kadang lupa disimpan di mana. Kalau hilang, sudah pasti beli baru.
Dari Hotel Al Rawasia ke pintu Masjidil Haram hanya sekitar 200 meter. Pintu-pintu di Masjidil Haram masing-masing punya nama. Yang terdekat dengan hotel tempat jamaah Assuryaniyah menginap adalah pintu Al Marwah. Al Marwah diambil dari nama bukit dekat Baitullah. Hanya 400 meter ke Bukit Shafa.
Dalam sejarah, kedua bukit ini merupakan tempat Siti Hajar, Istri Ibrahim as, mencari air. Maklum saat itu padang sangat tandus. Ibrahim malah pergi meninggalkan istrinya itu dan anaknya, Ismail. Tinggallah Siti Hajar dan Ismail tanpa air setetes pun. Tujuh kali bolak balik antara Marwah dan Shafa barulah Siti Hajar mendengar ada gemericik air. Ternyata air itu adalah air zam zam yang keluar dari perut bumi.
Air zam-zam dekat Baitullah selalu dijadikan tempat minum para jamaah yang ke Masjidil Haram. Lalu di antara Bukit Marwah dan Shafa diwajibkan bejalan dan, di antara dua pilar, diharuskan berlari-lari kecil (sai) sebagaimana yang dilakukan oleh Siti Hajar. Tanpa sai, umrah dan haji menjadi tidak sah. Pintu masuk Masjidil Haram salah satunya adalah pintu Al Marwah. Di pintu itu pula sekaligus menjadi tempat mencopot alas kaki.
MENJULANG: Menara Masjidil Haram dilihat dari kejauhan, dipotret dari sisi kiri Hotel Al Rawasi Mekkah. Di bawah dua menara tersebut adalah pintu Al Marwah.
Kalau tak mau menyimpan alas kaki di dekat pintu, boleh memilih tempat penyimpanan lebih ke dalam lagi. Yaitu di pelaratan masjid yang berhadapan langsung dengan Kakbah. Tapi harus ingat dan tandai tempatnya. Salah ingat pasti tidak ketemu. Seperti yang saya alami.
Tanggal 21 April saya bersama belasan jamaah Assuryaniyah salat magrib di depan Kakbah. Tapi saya dan Akbar sedikit terlambat, sudah tidak kesampaian di pelataran masjid. Qamat sudah berkumandang, alas kaki pun sudah saya copot, dan langsung ikut salat. Salat dan doa selesai, semua pada cari alas kaki. Saya juga ke sana kemari mencarinya, tapi sandal yang saya bawa dari tanah air itu tidak ketemu. Itulah kehilangan pertama.
Di sekitar masjid, memang banyak toko sepatu dan sandal. Bisa pilih macam-macam model dan limit harga. Selain di toko-toko di sepanjang jalan menuju Masjidil Haram, juga ada warga Afrika yang menawarkan sandal jepit. Entah apa ada hubungannya kehilangan dengan banyaknya penjual sandal itu, tapi saya tak mau beli baru dulu. Pulang ke hotel terpaksa tanpa alas kaki.
DEPAN MAULID NABI: Di pelataran depan rumah tempat kelahiran Nabi Muhammad terdapat banyak burung merpati. Jamaah yang menuju ke Masjidil Haram melalui pintu Al Marwah pasti mendapatkan burung-burung merpati yang asyik mencari makan dan bermain.
Kehilangan alas kaki di Masjidil Haram hamir di alami setiap orang yang masuk ke sana. Rata-rata jamaah Assuryaniyah banyak kehilangan sandal. Begitu pula jamaah travel lain. Kehilangan kedua saya alami ketika pulang dari tawaf sunnah. Saat itu saya, dan sekitar 15 anggota Assuryaniyah menyimpan dekat pintu Al Marwah. Anggota Empat Sekawan, Derry dan Ginanjar, juga ikut. Usai tawaf, sedikitnya 5 anggota kehilangan sandal. Milik Derry tak terkecuali. Dua kali kehilangan, dua kali pula beli baru.