SAYA termasuk penggemar sepakbola. Dari kecil sudah senang dengan permainan ini. Semasa SMP saya dan teman-teman suka bermain bola di lapangan sepakbola Kampus Unhas lama di kawasan Bara-baraya, Makassar. Kebetulan lapangan itu berada di tengah-tengah kompleks perumahan dosen Unhas. Anak-anak dosen Unhas waktu banyak yang ikut main bola. Latihan bersama, lalu ikut kejuaraan antar kecamatan se-Makassar.
Kami semua membela Kecamatan Tallo. Saya termasuk pemain inti dengan posisi stopper, waktu itu dikenal dengan nama poros halang. Ada juga yang namanya kiri luar dan kanan luar. Saya pakai kostum nomor 5. Sayang waktu itu kami hanya lolos sampai babak kedua. Dari situ dunia sepak bola sudah menjadi bagian saya. Latihan dan latihan terus, sampai ikut memperkuat SMA Islam dalam berbagai pertandingan.
BERSAMA SUHEDDANG ASDAN (DUDUK) SELAKU WAKIL BENDAHARA PERSATUAN SEPAKBOLA KENDARI SAAT AUDIENSI DENGAN PIMPINAN BANK INDONESIA CABANG KENDARI
Saat bekerja di Media Kita, 1995/1996, sepakbola juga menjadi perhatian saya. Saya lihat sejarah, Jawa Pos maju salah satunya karena mendukung Persebaya yang memiliki banyak penggemar. Jawa Pos-lah yang membentuk komunitas bonek, dan bonek ini sangat sayang dengan Jawa Pos. Cara Jawa Pos diikuti Harian FAJAR. Koran ini pun mendukung habis-habisan PSM Makassar, sehingga suporternya sangat mencintai koran ini. Kalau PSM main di luar kandang, cara suporter untuk mengetahui skor pertandingan adalah menanyakan ke FAJAR. Saya selalu menerima telepon penggemar itu saat saya masih di FAJAR.
Cara Jawa Pos dan FAJAR itu saya coba terapkan di Media Kita. Sayangnya tradisi sepakbola di Kendari sama sekali tidak ada. Tim perserikatannya yang dikenal hanyalah Persatuan Sepakbola Kendari (PSK), tapi stagnan dan hanya bercokol di Divisi II PSSI. Parahnya, pengurus perserikatan sudah 10 tahun mandek, tanpa ada pergantian. Tumbo Saranani sudah berkarat di sana tanpa diganti-ganti. Saya miris juga melihatnya. Ada club, tapi itu hanya binaan Kanwil/Dinas PU. Pemainnya bagus-bagus, tapi sayang mereka tidak bisa menjadi pemain profesional karena PSK-nya mandek.
Saya mencoba masuk guna meretas kebekuan sepakbola di Kendari itu. Tujuan saya dua, yakni memajukan sepakbola Sultra dan sekaligus menjadikan koran saya, Media Kita, sebagai bacaan wajib para insan sepakbola, seperti Jawa Pos dan Harian FAJAR tadi. Untuk masuk, tidak gampang. Sebab, saya bukan orang lama di Kendari. Juga karena memang tidak ada tradisi sepakbola di sana. Pengurusnya karatan.
Tapi saya punya ide. Mula-mula saya mendatangi para dedengkot sepakbola. Tanya ini itu. Benar terjadi stagnasi pembinaan lantaran pengurusnya tidak pernah diganti-ganti. Padahal Tumbo Saranani yang memegang perserikatan di sana adalah wasit nasional yang cukup dikenal di kancah sepakbola Indonesia. Dari situlah saya masuk. Saya bikin diskusi berkala dengan tema tunggal: "PSK Menuju Divisi I PSSI". Ya, itu karena PSK terus saja bercokol di Divisi II. Jadi targetnya Divisi I dulu baru kemudian berusaha lolos ke Divisi Utama. Step by step.
Menggelar diskusi pun tidak mudah. Saya harus pontang panting cari sponsor. Lagi pula waktu itu Harian Media Kita tidak punya budget untuk itu. Yang bisa dilakukan hanyalah mensuport pemberitaan. Jadinya saya jalan sendiri mencari dana untuk diskusi, tak sedikit pula saya merogoh kocek untuk itu. Nama-nama seperti Zaenal Asmada, Umar Saranani, Anwar Hamzah, Suheddang Asdan, Sultan Eka Putra, Tumbo Saranani, Ritonga, sudah cukup akrab dalam setiap diskusi. Orang penting lainnya adalah Buhari Matta (kini Bupati Kolaka, Sultra).
Empat kali diskusi digelar akhirnya ditemukan solusi, bahwa pertama-tama yang harus dilakukan adalah merestrukturisasi pengurus. Pengurus lama harus legawa berhenti dan diganti yang benar-benar gila bola. Semua setuju demi sepakbola Kendari. Untuk memilih pengurus, semua menyerahkan pada Walikota Kendari yang waktu itu dijabat Masyhur Masie Abunawas. Memang begitu karena perserikatan sebenarnya adalah milik Pemkot atau Pemda.
Hasilnya, Masyhur Masie Abunawas jadi ketua umum PSK, Buhari Matta jadi ketua harian, Amran Yunus sebagai bendahara, Asdan wakilnya, dan saya bersama Ahmad Mujahid cukup sebagai sekretaris. Pengurus terbentuk, dilanjutkan dengan sosialisasi secara gencar. Ekspos di Media Kita luar biasa besar. Saya bahkan mengumumkan secara besar bahwa akan ada seleksi pemain PSK untuk proyeksi masa depan. Tak lupa saya melalui Media Kita membuat rubrik poling untuk mencari julukan yang tepat untuk tim PSK. Akhirnya didapat: "Pasukan Anoa".
Langkah selanjutnya adalah seleksi pemain. Saya mengurus sosialisasi dan menyiapkan material kelengkapan. Dana terkumpul cukup banyak untuk menyiapkan tim. Dana pribadi Buhari Matta tak terhitung lagi. Setelah seleksi, didapat 40 pemain. Inilah yang ditempa dengan melakukan banyak kali ujicoba. Misalnya melawan PSM Makassar, PSM All Star, PSK All Star, Tim AL Kendari, Tim Linud Kendari, dan sebagainya. Ada harapan bisa lolos ke Divisi I.
Dan, ternyata memang dalam Kompetisi Divisi II se Sultra, Pasukan Anoa juara setelah mengalahkan Persimuna di kandang lawan, Stadion Paelangkuta Muna. Tahun 1997 PSK mewakili Sultra berlaga di Divisi II regional Sulawesi. Di saat PSK sudah mulai menapaki sukses, saya justru berhenti dari Harian Media Kita. Kepemimpinan Media Kita di bawah Kamil Badrun justru sangat phobia dengan sepakbola Kendari. Dia tidak mendukung, saya pun mundur.
MEWAKILI REDAKSI MEDIA KITA DALAM RUPS JAWA POS GROUP DI SURABAYA
Saat reformasi bergulir, orde baru tumbang, semua jadi banyak berubah. Saya kembali ke habitat sebagai jurnalis dengan mendirikan Tabloid ProDemokrasi. Selanjutnya menjadi Ketua Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Kendari. Seluruh wartawan ProDemokrasi ikut masuk anggota AJI, kemudian mendirikan pula Kendari Ekspres, juga milik Jawa Pos. Saya ditunjuk jadi pemimpin umum/pemimpin redaksinya.