12 Juli 2007
Sebagai Starter di Koran Media Kita
MENYAMPAIKAN PIDATO PADA ACARA PERINGATAN HUT KE-2 HARIAN MEDIA KITA.
Jawa Pos diakui sangat sukses mengembangkan anak perusahaan. Hingga kini Jawa Pos Grup telah memiliki 150 media yang tersebar sampai ke ibu kota kabupaten. Pada tahun 2000 seluruh ibu kota provinsi sudah dikuasai Jawa Pos. Salah satu anak perusahaannya adalah Kendari Pos yang mula didirikan bernama Media Kita.
Media Kita terbit pertama pada 1985. Mulanya adalah dwi mingguan namun setelah diakuisisi Jawa Pos langsung terbit secara harian. Pendiriannya pun cukup berliku. Direktur Pengembangan Anak Perusahaan Jawa Pos, Alwi Hamu, ada di belakang akuisisi itu. Tercatat beberapa kali Alwi Hamu bolak-balik Makassar-Kendari untuk sosialisasi rencana penerbitan Harian Media Kita. Saya sempat mempertemukan dengan Gubernur La Ode Kaimuddin, dan mengawal rencana pendirian Harian Media Kita ini.
Bersama Aidir Amin Daud, saya juga diminta ikut bantu-bantu rekruitment wartawannya. Iklan penerimaan wartawan berkali-kali ditayangkan di Harian FAJAR. Banyak pendaftar, bahkan ada yang langsung dari Makassar. Yang menonjol dalam rekruitment itu adalah mereka yang berlatarbelakang aktivis kampus dan pengelola pers di kampusnya. Nama-nama seperti Jufri Rahim, Jumwal Saleh, Rustam, Andi Sangkarya Amir, Ciman, Indarwati, dan lainnya adalah nama-nama yang sukses bertahan sebagai jurnalis profesional.
Selain itu, personil lama dwi mingguan Media Kita juga terpakai untuk sharing pengalaman dengan wajah-wajah baru. Personil lama yang masih saya ingat adalah Benyamin Bittikaka, Altor M. Opposunggu, almarhum Nasrun Yahya, Luther Bittikaka, La Witiri, dan H Hasan. Ada pula La Paa yang belakang hengkang dari Pelita. Beberapa juga didatangkan dari Harian FAJAR, di antaranya Ramli Ahmad, Sultan Eka Putra, Purwanto, Anis, dan lain-lainnya.
Sebelum terbit pertama, disusun masing-masing penanggungjawab halaman. Rapat dipimpin Alwi Hamu dan H Syamsu Nur, direktur Harian FAJAR, bersama PP Bittikaka dan Aidir Amin Daud. Semua halaman terbagi rata. Orang-orang lama masing-memegang halaman, termasuk La Paa. Sebagai Redaktur Pelaksana ditunjuklah saya bersama Ramli Ahmad. Saya dipilih karena diharapkan roh Jawa Pos ikut bersemayam dalam liputan-liputannya. Kebetulan saya adalah orang Jawa Pos yang ditempatkan di Kendari Sultra. Paling tidak kehadiran saya bisa mewakili Jawa Pos, sama dengan yang lainnya di setiap anak perusahaan yang diakuisisi. Ramli Ahmad memang bukan dari Jawa Pos langsung, tapi hasil tempaan Harian FAJAR yang nota bene para jurnalisnya juga berguru dari Jawa Pos.
JAJARAN REDAKSI MEDIA KITA KETIKA AUDIENSI DENGAN DANREM HALUOLEO KENDARI I.H. NASUTION. DARI KIRI LAPAA, NASRUN YAHYA (ALM), SYAHRIR LANTONI, ALTHOR M. OPPUSUNGGU, I.H. NASUTION, PP BITTIKAKA, KARIM, DAN RAMLI AHMAD.
Terbit pertama cukup melelahkan. Pak Ancu -panggilan akrab Syamsu Nur- bahkan sampai tidak tidur menuggu cetakan pertama koran Media Kita.Sebagai rasa syukur kami mengundang para pejabat Sultra untuk menyaksikan proses pembuatan koran kami. Kanwil Penerangan, Karo Humas Pemda Sultra berkenan datang. Tak ketinggalan sesama profesi wartawan yang bertugas di Sultra. Inilah koran harian pertama dan satu-satunya di Sultra. Koran harian yang sebetulnya sangat dinanti-nantikan di daerah itu.
Tahun pertama memang berat. Banyak pekerjaan berat yang harus dilakukan seluruh komponen. Apalagi saat itu tradisi keagenan di Sultra nyaris tidak ada, lebih-lebih biro Iklan. Koran nasional yang beredar di Kendari kebanyakan disalurkan oleh toko-toko buku. Mereka bukan agen, tapi toko buku. Mereka hanya mengantar pesanan, bukan perambah pasar koran. Jadi jajaran Media Kita pun harus membentuk agen sendiri. Nanti akan dibina. Ternyata mencari agen pun susah-susah banget.
Itu berlangsung setahun. Pada tahun kedua keagenan dan iklan mulai menggeliat. Media Kita pun mulai diterima sampai ke pelosok-pelosok kecamatan di seluruh kabupaten di Sultra. Agen dan pembinaannya makin baik. Iklan mulai mengalir. Liputan-liputan khas Jawa Pos juga makin beragam. Dari 8 halaman ditingkatkan jadi 12. Dalam kurun waktu 2 tahun Koran Media Kita sudah menjadi pilihan utama di Sultra. Tidak ada saingan, dan terus melenggang sendiri.
Secara kuantitas saya ikut puas, namun secara kualitas Koran Media Kita belum ada apa-apanya. Kualitas sangat dipengaruhi oleh salah satunya soliditas pengelolanya. Ternyata konflik sudah masuk, dua kepentingan beradu di dalam. Sebenarnya konflik internal ada di mana-mana. Di grup Jawa Pos selalu terjadi, dan yang paling sering modusnya adalah pemilik lama melawan manajemen baru. Tapi sejauh ini semua konflik itu selesai dengan sendirinya ketika semua bertindak untuk kepentingan perusahaan, bukan kelompok, apalagi agama.
Di tengah konflik itu saya diminta keluar. Alwi Hamu menggaransi akan membuatkan satu koran lagi di Kendari. Saya setuju, dan kembali ke habitat saya di Jawa Pos. Aku akhirnya leluasa bergerak melakukan liputan-liputan untuk Jawa Pos, sementara Harian Media Kita berganti nama menjadi Kendari Pos.