26 Mei 2008

UMROH BERSAMA ASSURYANIYAH 2007 (5)

Lelah di Perjalanan, Sejuk di Masjid Nabawi

Perjalanan 9 jam 21 menit antara Jakarta-Jeddah ditambah 5 jam Jeddah-Madinah sungguh melelahkan. Tapi semua jadi sejuk, ketika hampir 350 jamaah Assuryaniyah ikut memenuhi Masjid Nabawi di Madinah. Itulah ibadah pertama umrah setelah di Arab Saudi.
Penerbangan Jakarta-Jeddah ditempuh dalam waktu 9 jam 21 menit. Waktu sebanyak itu untuk melalui 7.617 km. Bisa dibayangkan betapa lelahnya jamaah dengan hanya duduk selama 9 jam. Tak hanya itu, hanya dalam hitungan 1 jam, jamaah kembali menempuh perjalanan jauh di tengah malam selama 5 jam menuju Madinah.
Memang tak ada hambatan dalam proses masuknnya rombongan kedua jamaah umroh Assuryaniyah. Dugaaan bahwa ketatnya pemeriksaan oleh pihak imigrasi Bandara King Abdul Aziz ternyata tidak terbukti. Padahal sebelumnya rombongan sudah diwanti-wanti agar menyiapkan segala sesuatunya dalam pemeriksaan kelak.

LOLOS: Rombongan ketika hendak keluar dari terminal Bandara King Abdul Azis. Tampak Dery dan HM Nabil alias Ibeng (pembimbing Assuryaniyah).

Menembus petugas imigrasi benar-benar tak ada hambatan. Rombongan dengan enteng melewati petugas yang kesannya galak. Toh tak ada pembongkaran bagasi, tas dan semacamnya. Entah mengapa, baru kali ini imigrasi Arab Saudi begitu bersahabat. Barang apa saja yang dibawa praktis lolos. Ini kontras di Bandara Soekarno Hatta saat mau berangkat. Barang-barang cairan disita.
Proses pengambilan bagasi di Jeddah cukup lancar. Panitia lokal Assuryaniyah cukup pengalaman dalam mengurus barang jamaahnya. Semua beres dan bus pun tersedia di pelataran parkir Bandara King Abdul Aziz. Sebanyak 3 bus AC siap membawa sekitar 92 jamaah kelompok terbang kedua ini. Kelompok terbang pertama, yang terbang pada Minggu, sudah tiba di Madinah. Inilah rombongan terakhir menyusul ke Tanah Haram tersebut.
Sekelumit Kota Jeddah, bahwa kota ini merupakan salah satu pintu masuk ke Arab Saudi. Selain bandara, juga ada pelabuhan laut. Kota Jeddah 85 persen adalah gurun pasir yang tandus. Dari udara di atas bandara, bukit, tanah, dan pasir, tak ada yang berwarna hijau. Semua berwarna cokelat, warna khas gurun pasir, tandus. Di pinggir barat Kota Jeddah melintang Laut Merah, laut yang juga punya sejarah di zaman Nabi Muhammad.

SERAGAM: Dalam perjalanan naik bus dari Jeddah ke Madinah kami singgah salat magrib di daerah Rasili, sekitar 10 km dari Bandara King Abdul Azis. Tampak rombongan masih mengenakan seragam. Yang pakai rompi adalah Bapak Syami, Dirut Assuryaniyah.

Bandara King Abdul Aziz sebenarnya dibagi 2 untuk kedatangan. Satu untuk penerbangan umum dan umrah, satunya lagi terminal untuk jamaah haji. Bandara dengan arsitektur tenda-tenda itu dipakai untuk musim haji selama 3 bulan. Jadi, area untuk jamaah haji baru terbuka di musim haji. Selain itu, area itu nyaris tidak terpakai.
Keluar dari kawasan bandara, memang sudah kelihatan ada sedikit penghijauan. Menurut kisah, penghijauan oleh pemerintah Arab Saudi tersebut dilakukan dalam kerjasama dengan tiga kota, Yaitu Jeddah, Mekkah, dan Jakarta. Lho kok? Benar, penghijauan merupakan kerjasama dengan pemerintah DKI jakarta di era 1970-an di zaman kepemimpinan Gubernur Ali Sadikin. Tanah untuk menghijauan diambil dari Afrika, sementara tanaman/pohon hiasnya dari Jakarta.

KHUSUK: Sebagian jamaah di dalam Masjid Nabawi di Madinah. Saya sempat mengambil gambar meski sebenarnya tidak diperbolehkan oleh Lasykar masjid.


Jeddah termasuk kota sedikit longgar dari pendatang. Para pekerja di kota ini banyak dari Asia seperti India, Philipina, Pakistan, Bangladesh, dan In donesia. TKI banyak pada bidang pekerjaan pembantu rumah tangga, sopir dan pelayan toko. Selain itu, kota ini masih dileluasakan dihuni non muslim. Inilah yang membedakan dengan Madinah dan Mekkah. Makanya kedua kota ini disebut Tanah Haram, yaitu haram bagi yang non muslim.



SEJUK DI NABAWI: Duduk di pelataran Majid Nabawi usai salat subuh. Inilah kali pertama saya menginjakkan kaki di masjid pertama yang dibangun Nabi Muhammad di Madinah tersebut.


Lima jam perjalanan melelahkan, akhirnya tiba di Madinah tepat 2 jam sebelum tanda shalat subuh. Tak repot mengurus akomidasi peserta karena sudah ada panitia lokal yang cukup profesional. Masuk kamar masing-masing, siap-siap menunggu adzan subuh. Begitu adzan, para peserta pun berhamburan ke Masjid Nabawi. Lelah hilang, berganti sejuk. (*)